Menu

Senin, 14 Oktober 2013

Ibadah, Doa, dan Pengorbanan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Yusuf Mansur

Nabi Ibrahim termasuk yang kehidupannya, kehidupan keluarganya, dan perjalanan memiliki anak keturunannya dikisahkan dalam al Qur’an.
Keberkahan, shalawat, serta salam, tercurah untuk Nabi Ibrahim, keluarga dan anak keturunannya, sebagaimana selalu kita sebut di dalam tahiyyat akhir di dalam shalat.
Dan semoga kita bisa bertemu juga dengan Nabi Ibrahim dan para nabi, dan tentu saja dengan Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi dan rasul.
Secuplik kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang membenarkan wahyu Allah, Tuhannya, lewat mimpi, dan dukungan dari istrinya, Siti Hajar, dan juga tokoh sentral, Nabi Ismail, yang disebut Allah sebagai ghulam haliim, anak yang sangat sabar (Qs. 37: 101), sarat hikmah buat kita semua.
Perjalanan Nabi Ibrahim memiliki anak keturunan, bolehlah ditadabburi sebagai perjalanan kita, menuju hajat kita, keinginan kita, doa kita.
Banyak di antara kita yang menginginkan sesuatu atau banyak hal di dunia ini, tapi tidak melangkah ke Allah. Sehingga urusan dunia, menjadi bernilai dunia saja. Tidak lebih.
Banyak yang sia-sia, bahkan tidak sedikit malah yang menjadi dosa, sebab menjadi keluhan, bukan doa, dan menjadi perbuatan dosa, maksiat dan melanggar perintah Allah.
Nabi Ibrahim membawa keinginannya memiliki anak keturunan, menjadi perjalanan ibadah dan doa. “Dan Nabi Ibrahim berkata aku akan pergi menghadap Tuhanku, niscaya Dia akan memberikanku petunjuk. Ya Tuhanku anugerahkanlah aku seorang anak yang termasuk golongan orang-orang yang saleh.” (Qs. 37: 99-100).
Maka begitula seharusnya kita semua. Keinginan apapun di dunia ini, mestinya menjadi juga perjalanan ibadah dan doa. Bukan sekadar keinginan dan pencarian belaka, yang akhirnya banyak membuat lupa dan lalai.
Banyak orang yang menghendaki kekayaan, rumah, uang, jabatan, kemudahan hidup, yang direpresentatifkan lewat kisah perjalanan Nabi Ibrahim mendapatkan anak keturunan, bukan dengan berjalan menuju Allah seperti yang dicontohkan Nabi Ibrahim.
Melainkan malah menuju syetan, bahkan berkawan dan meminta bantuan syetan. Baik dengan pengertian hakiki maupun sifat, sikap dan perbuatannya. Salah jalan, begitu kita bilang.
Banyak di antara kawan kita, yang seharusnya keinginan, hajat, menjadi ibadah dan doa, penuh dengan kesenangan yang panjang lagi abadi, akhirnya berbuah kenestapaan, hilangnya kehormatan, kemuliaan, harga diri, rasa malu, dan penderitaan.
Pengen kerja, bukannya ke Allah, malah nyogok. Kerjaan bisa jadi ia dapatkan. Tapi seumur hidup ia makan rizki haram. Pengen dapet proyek, kudu setor dulu sekian puluh persen, di muka. Akhirnya proyek didapat, tapi malah berhutang sana-sini.
Pengen untung, tapi merugikan orang. Akhirnya, malah buntung. Pengen rumah, mobil, dan semua yang di dunia, yang sejatinya lebih banyak yang dihalalkannya daripada yang diharamkan, malah kemudian terlempar dari apa yang dipegangnya.
Dunianya menjadi bara api baginya. Sebab bukan diraih bersama Allah, dengan cara-cara Allah, tapi justru dengan melupakan dan menjauhi-Nya.
Tidak sedikit di antara kita yang menjadi munafik. Kelihatan saleh salehah, bermuka bersih, penuh tata krama dan kemuliaan, hingga kemudian Allah menampakkan wujud aslinya.
Selamat hari raya kurban. Banyak betul yang bisa kita petik hikmahnya. Termasuk meneladani Kisah Nabi Ibrahim ingin memiliki anak keturunan, yang berjalan menuju Allah, beribadah, dan membawanya menjadi doa.
Hingga kemudian, saat ketika beliau akhirnya sudah mendapatkan Nabi Ismail dan menikmatinya, malahan Allah minta. Ketaatan, keikhlasan, keridhaan, kesabaran keluarga ini, sungguh diperlukan untuk membangun Indonesia, dan mental, akhlak, perilaku, semua rakyatnya. Salam

10 Sunnah Idul Adha

Ahmad Heryawan khutbah Ied (foto ROL)

Idul Adha adalah salah satu dari dua hari raya umat Islam. Pada hari yang juga disebut idul qurban ini ada sejumlah amal-amal sunnah yang perlu dikerjakan oleh umat Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:


1. Mandi sebelum berangkat shalat Idul Adha

Sebelum shalat Idul Adha, kaum muslimin disunnahkan untuk mandi terlebih dahulu. Mandi idul adha dilakukan seperti mandi janabat, hanya niatnya yang berbeda, yakni niat mandi sunnah Idul Adha.

2. Memakai pakaian terbaik untuk shalat Idul Adha

Kaum muslimin juga disunnahkan untuk memakai pakaian paling bagus yang dimilikinya. Tentu saja, pakaian tersebut adalah pakaian yang cocok untuk shalat.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami pada dua hari raya untuk memakai pakaian terbaik yang kami punya” (HR. Hakim)

3. Memakai minyak wangi 
Selain disunnahkan memakai pakaian terbaik, disunnahkan pula memakai minyak wangi. Sebagaimana lanjutan hadits di atas: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami pada dua hari raya untuk memakai pakaian terbaik yang kami punya, memakai minyak wangi dan berqurban dengan hewan paling mahal yang kami punya” (HR. Hakim)

4. Membaca takbir sejak berangkat shalat Idul Adha

Untuk takbir mutlak dilaksanakan sejak tanggal 1 Dzulhijjah hingga berakhirnya hari tasyrik dalam beragam situasi dan kondisi. Sedangkan untuk takbir yang terikat wakti dilaksanakan setelah shalat lima waktu sejak Subuh pada 9 Dzulhijjah hingga Asar pada 13 Dzulhijjah, juga sejak berangkat sampai dimulainya shalat Id.

5. Menghindari makan sebelum shalat Idul Adha

Berbeda dengan Idul Fitri yang disunnahkan makan sebelum shalat Id, pada Idul Adha sunnahnya makan dilaksanakan setelah selesai shalat Id.

6. Berangkat shalat Idul Adha seawal mungkin
Yakni setelah shalat Subuh, atau beberapa waktu setelah itu. Di zaman Rasulullah, shalat Idul Adha biasa dilakukan lebih pagi dibandingkan shalat Idul Fitri.

7. Menempuh jalan yang berbeda antara pergi dan pulang shalat Idul Adha
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“ (HR. Bukhari)

8. Jika memungkinkan, disunnahkan berjalan kaki menuju lapangan tempat shalat Idul Adha
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.“ (HR. Ibnu Majah)

9. Shalat Idul Adha dan mengajak serta anak-anak dan wanita mengikutinya
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat Id adalah wajib. Sedangkan mayoritasnya berpendapat sunnah muakkad. Lepas dari itu, Rasulullah bahkan memerintahkan wanita dan anak-anak untuk ikut serta shalat Id. Bagi wanita yang sedang haid, mereka tidak ikut shalat tetapi ikut mendengarkan khutbah dari tepi/pinggir lapangan tempat shalat.

10. Menyembelih qurban setelah shalat Idul Adha
Menyembelih qurban ini menurut sebagian ulama hukumnya wajib bagi yang mampu, berdasarkan hadits Rasulullah: "Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)

Demikian 10 Sunnah Idul Adha, semoga bisa kita amalkan hingga kita tercatat sebagai umat Rasulullah yang menghidupkan sunnahnya dan mendapatkan limpahan pahala di hari yang istimewa. Wallahu a’lam bish shawab.


3 ciri dai sejati: Kuat dalam keyakinannya, sungguh-sungguh, rela berkorban

"Tidak akan lurus iman seorang hamba sebelum lurus hatinya, dan tidak akan lurus hati seorang hamba sebelum lurus (benar) lisannya." (HR Ahmad).

QS. Al-Isro’: 16

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. 

Q.S. Hud:23

Sesunggguhnya, Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dan merendahkan diri kepada tuhannya, mereka itu penghuni syurga, mereka kekal didalamnya"

(Q.S. Hud:17) #Quran

… Sungguh, Al-Qur’an itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman